Industri Konveksi Peringatkan Bahaya Legalisasi Pakaian Thrifting
- Senin, 08 Desember 2025
JAKARTA - Gelombang desakan legalisasi thrifting yang kembali muncul di tengah masyarakat memicu respons serius dari pelaku industri konveksi dalam negeri.
Para pengusaha menilai wacana pemberian izin terhadap pakaian bekas impor, meskipun disertai tawaran pajak 7–10%, dapat membawa dampak jangka panjang yang merugikan sektor garmen dan tekstil nasional.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiman, menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh bergeser dari komitmen melarang impor pakaian bekas karena risiko yang sudah terbukti merusak industri lokal.
Baca JugaHarga Minyak Dunia Menguat Didukung Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga
Dampak Besar Thrifting Terhadap UMKM hingga Pabrik Tekstil
Menurut Nandi, tak ada negara di dunia yang ingin menjadikan wilayahnya sebagai “tempat sampah” bagi produk pakaian bekas dari negara lain. Ia menyebut kerusakan ekonominya sudah cukup jelas terlihat dalam beberapa tahun terakhir.
"Daya rusaknya sudah sangat jelas, di mana ribuan IMKM dan ratusan ribu UMKM sudah tutup dan jutaan orang telah kehilangan pekerjaannya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin.
Ia menambahkan, seluruh stakeholder industri tekstil, dari sektor hulu hingga hilir, merasakan dampaknya. Ketika usaha hilir yakni konveksi dan garmen melemah, maka produsen kain, benang, hingga serat di sektor antara dan hulu turut mengalami penurunan permintaan secara signifikan.
"Produsen kain dan benang hingga serat sudah sekitar 80 perusahaan yang tutup dan mem-PHK ratusan ribu karyawan," jelasnya.
Penolakan Aturan Baru Terkait Penjualan dari Kawasan Berikat
Selain menyoroti thrifting, Nandi juga menolak rancangan peraturan menteri keuangan dan menteri perindustrian yang memungkinkan kawasan berikat (KB) menjual produk hingga 100% ke pasar domestik menggunakan sistem kuota Kemenperin.
Menurutnya, kebijakan tersebut justru menambah tekanan bagi industri lokal yang fokus menghasilkan produk untuk pasar dalam negeri. Jika barang-barang dari KB, GB, ataupun PLB masuk dalam bentuk produk akhir dan langsung dijual ke retail, daya saing produsen konvensional akan semakin tergerus.
"Terlebih jika produk yang dijualnya adalah produk akhir yang langsung dijual ke retail," tegas Nandi.
Para pelaku konveksi menilai pemerintah seharusnya memperkuat proteksi terhadap industri lokal, bukan membuka celah masuknya produk impor yang semakin mempersempit ruang gerak produsen dalam negeri yang terdampak kompetisi harga tidak seimbang.
Desakan Legalisasi Thrifting dan Usulan Pajak 7,5–10%
Sementara itu, dari sisi pelaku thrifting, tuntutan untuk legalisasi tetap bergulir. Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia (APPBI) mengusulkan agar pakaian bekas impor ilegal diberikan skema pajak berkisar 7,5%–10%.
Usulan tersebut muncul sebagai respons atas pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang tengah mencari ruang penambahan penerimaan negara pada tahun depan. Ketua Umum APPBI, WR Rahasdikin, menyampaikan argumentasinya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (2/12/2025).
“Karena beberapa statement dari Pak Purbaya terakhir di rapat Komisi XI, Pak Purbaya mengupayakan di tahun depan ini ada pajak untuk negara dan menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.
“Kita masukkan pajak impor pakaian bekas. Nah ini kami mengusulkan di angka 7,5% sampai 10%.”
APPBI menyebut pihaknya tengah mengkaji ketentuan impor pakaian bekas berdasarkan undang-undang yang berlaku. Selain itu, Rahasdikin menilai bahwa pakaian bekas impor secara teknis dapat dikenai pajak karena adanya penandaan Harmonized System Code atau HS code pada barang impor tersebut.
Ketegangan Dua Kepentingan Besar: Industri Lokal vs Pedagang Thrifting
Perdebatan antara kebutuhan melindungi industri tekstil nasional dan permintaan legalisasi thrifting menguat karena masing-masing pihak membawa kepentingan berbeda. Industri lokal berfokus mempertahankan daya saing dan menjaga lapangan kerja yang bergantung pada rantai produksi hulu–hilir tekstil.
Di sisi lain, pedagang thrifting melihat peluang ekonomi yang bisa dioptimalkan melalui skema pajak dan aturan yang lebih jelas. Namun, usulan tersebut dinilai tidak cukup mengimbang dampak luasnya terhadap keberlangsungan produsen lokal.
Pemerintah kini berada pada posisi penting untuk mengambil keputusan strategis. Penegasan sikap mengenai impor pakaian bekas tidak hanya berdampak pada UMKM, melainkan juga pada struktur ekonomi nasional, ketahanan industri, hingga keberlanjutan tenaga kerja domestik.
Aldi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Prabowo Tambah Anggaran Daerah untuk Percepatan Penanganan Bencana
- 08 Desember 2025
2.
Industri Konveksi Peringatkan Bahaya Legalisasi Pakaian Thrifting
- 08 Desember 2025
3.
4.
Harga BBM Swasta Naik Usai Stok Normal Lagi Desember 2025
- 08 Desember 2025
5.
Harga BBM Pertamina Naik di Akhir Tahun: Update Nasional Terbaru
- 08 Desember 2025












