Bank Indonesia Tegaskan Ekspansi Moneter Dorong Pertumbuhan Ekonomi
- Kamis, 04 Desember 2025
JAKARTA - Bank Indonesia menegaskan bahwa kebijakan moneter yang dijalankan bukan hanya kontraksi untuk menjaga stabilitas, tetapi juga ekspansi guna mendorong likuiditas dan pertumbuhan ekonomi.
Pernyataan ini sekaligus menanggapi kritik Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait ketidaksinkronan antara kebijakan fiskal dan moneter.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan, BI mengoperasikan tiga pilar utama: kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Semua kebijakan ini berjalan sejalan dengan UU PPSK dan diarahkan untuk mendukung stabilitas sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga
“Jadi ini yang mungkin mengimbangi yang disampaikan Menkeu, bahwa BI tidak hanya kontraksi tapi BI juga ada ekspansinya,” tegas Destry.
Ekspansi Moneter Lewat Likuiditas dan BI Rate
Dari sisi moneter, BI menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi di pasar spot, DNDF, dan NDF. Selain itu, suku bunga acuan BI Rate telah dipangkas 125 basis poin sepanjang 2025 untuk mendorong konsumsi dan investasi.
Kebijakan ini juga diikuti dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp290 triliun, FX Swap hingga Rp1.000 triliun, serta repositori untuk bank yang membutuhkan likuiditas. Langkah-langkah tersebut menunjukkan BI menjalankan ekspansi moneter nyata, meski sebagian publik menilai pengetatan tetap terjadi.
Destry menambahkan, insentif likuiditas makroprudensial (KLM) turut diberikan dengan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 9% menjadi 4%, serta tambahan insentif 0,5% bagi bank yang menurunkan suku bunga kredit dan deposito lebih cepat.
Kebijakan Sistem Pembayaran dan Digitalisasi
Selain kebijakan moneter dan makroprudensial, BI memperkuat ekspansi melalui sistem pembayaran. Inisiatif seperti QRIS, BI Fast Payment, serta kebijakan ekonomi dan keuangan syariah mendukung inklusi finansial dan pertumbuhan ekonomi riil.
Langkah ini bertujuan memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, termasuk UMKM, sekaligus mempermudah transaksi elektronik. Dengan demikian, digitalisasi menjadi salah satu instrumen ekspansi yang mendorong perputaran ekonomi lebih cepat.
Destry menegaskan, kombinasi ketiga kebijakan ini memungkinkan BI menyeimbangkan kebutuhan stabilitas dengan percepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk menanggapi dinamika aliran modal dan likuiditas di perbankan.
Kontraksi untuk Stabilitas dan Revisi UU PPSK
Meskipun menjalankan ekspansi, BI tetap melakukan kontraksi bila diperlukan. Salah satunya melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk mengelola likuiditas saat terjadi capital outflow. Normalisasi suku bunga SRBI bertujuan menjaga stabilitas pasar dan nilai tukar rupiah.
Destry juga menyinggung revisi UU PPSK, yang memberi mandat lebih luas kepada BI untuk menitikberatkan kebijakan pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Dengan revisi ini, BI diharapkan dapat menyinergikan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih efektif, sehingga intervensi di sektor riil dan keuangan lebih terpadu.
“Hal yang barunya lebih spesifik pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi BI harus lebih banyak ke sektor riil,” jelas Destry.
Aldi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Uang Primer Melambat, Efektivitas Likuiditas Pemerintah Dipertanyakan
- Sabtu, 06 Desember 2025
Simulasi Angsuran KUR Mandiri 2025, Syarat Pengajuan dan Cara Mengajukan Lengkap
- Jumat, 05 Desember 2025
Terpopuler
1.
2.
Indonesia Siap Jadi Sentral Keamanan Siber Asia Pasifik
- 06 Desember 2025
3.
Tren Pencarian Indonesia 2025 Dominasi Budaya Teknologi Digital
- 06 Desember 2025
4.
Gemini 3 Mendapat Sorotan Positif dari Pengguna Indonesia
- 06 Desember 2025
5.
Long Weekend Desember 2025 Buka Banyak Peluang Wisata
- 06 Desember 2025









.jpg)



